Rabu, 24 Juli 2019

Horror Story #14: The Ledge

Horror Story #14
"The Ledge"
"Balkon"


"Kau tidak boleh melakukan ini!" 

Aku berteriak ketika aku mencondongkan tubuhku ke luar jendela kantor. Tetapi lelaki itu tetap di tempatnya berdiri di balkon bangunan, ujung sepatunya berada tepat di ujung beton. Ia menatap kebawah pada kerumunan penonton yang berkumpul di tanah, di bawah sana. Banyak yang merekamnya.

"Kau tidak mengerti," jawabnya sedih. 

"Ini sudah berakhir. Dia meninggalkanku."

Dia cukup dekat untuk berada dalam genggamanku. Perlahan, aku pun mencoba meraih ke arahnya, mengira ia terlalu tenggelam dalam kesedihan untuk memperhatikanku. 

Namun, ternyata aku salah.

"Hentikan itu!" ia berteriak dan dengan gemetar beringsut menjauh dariku.

Kemudian, aku mulai mundur. Kerumunan pun sudah semakin banyak. Banyak dari mereka yang berkumpul untuk menyaksikan akhir yang mengerikan dari seorang pria yang hancur. Aku tahu itu hanya masalah waktu sebelum polisi datang. Aku pun berdoa, berharap mereka akan ditemani oleh negosiator yang jauh lebih terlatih daripada aku.

“Dengar kawan,” aku memohon, “Aku tahu kita belum pernah bertemu sebelumnya. Aku hanya petugas kebersihan malam yang pergi untuk membersihkan kantor Anda dan melihat jendela terbuka. Tapi aku bisa tahu dari foto berbingkai di meja Anda bahwa Anda punya orang yang Anda cintai. Apakah kedua gadis itu adalah putri Anda?"

Ia pun mengangguk.

"Bagaimana menurut Anda, perasaan mereka ketika Anda tidak pernah pulang kerja?" Aku mengucapkan setiap kata dengan nada tenang, meskipun dalam hati, aku sangatlah panik. "Tidakkah menurut Anda melakukan ini akan menyakiti mereka selama sisa hidup mereka?"

Pria itu pun mulai menangis.

"Dengar, aku mengerti," aku melanjutkan dengan tidak pernah mengalihkan pandangan darinya. "Aku sendiri sebenarnya sudah bercerai. Ini sulit, tetapi itu tidak harus menjadi akhir dari dunia. Anak-anak Anda masih membutuhkan Anda di sini.”

Aku mulai meraihnya lagi. Kali ini ia tidak mundur.

"Ayo," kataku memberi semangat. "Aku tidak akan membiarkanmu jatuh."

Ia ragu-ragu, lalu perlahan mulai mendekat ke jendela.

Aku begitu senang pada saat itu, sehingga aku tidak mendengar jika pintu kantor terbuka. Persis ketika ujung jarinya menyentuh tanganku, aku merasakan seseorang meletakkan tangannya di pundakku dan dengan kasar menarikku untuk menjauh. Karena terkejut, pria di balkon itu pun kehilangan keseimbangan.

"Tidak!!!" aku pun berteriak. 

Tapi sudah terlambat. 

Ia sudah jatuh.

Teriakan ketakutannya menyatu dengan orang-orang yang ketakutan. Aku tidak akan pernah melupakan melodi gemuruh tubuhnya mengenai tanah. Aku pun berbalik dan memejamkan mata dengan seorang polisi. Air mata pun mulai mengalir di wajahku.

"Kenapa kau melakukan itu?" Aku menuntut dengan suara gemetar karena kesedihan dan kemarahan. "Aku hampir mendapatkan dia!!!"

Ia pun menggelengkan kepalanya dengan sungguh-sungguh. 

"Tidak, Nak. Tadi malam, ia naik ke balkon bangunan lain dan mengancam akan melompat. Kemudian, seorang pria jatuh dan kemudian meninggal karena mencoba menyelamatkannya."

Rasa kebingungan yang meresahkan mulai menyapuku. 

"Aku tidak mengerti."

"Kau tidak akan menariknya kembali ke dalam melalui jendela," jawab polisi itu dengan muram. "Ia akan menarikmu keluar dari sana."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar