Kamis, 25 Juli 2019

Horror Story #15: The Face

Horror Story #15
"The Face"
"Wajah"


Emma berkata pada dirinya sendiri bahwa suatu hari orang akan memperhatikannya. Itu hanya masalah berada di tempat yang tepat dan pada waktu yang tepat. Apa lagi yang dia miliki selain wajahnya yang halus? Kehidupan di balik kamera memang tidak layak dijalani.

Minggu lalu, Emma mengambil palu kecil dan menghancurkan semua cermin di apartemennya yang mungil, terkekeh seperti hyena yang nakal. Ia akan mengosongkan pecahan kaca ke dalam keranjang sampah dan kemudian meletakkannya di tempat sampah, di luar. 

Tidak mungkin ia diingatkan tentang kekurangannya saat ia menyikat gigi atau melakukan sesuatu yang sangat sederhana seperti bercermin. Emma tahu ia akan memiliki banyak hal untuk diperoleh dan sikap menyerah bukanlah jawaban di Hollywood. Penampilannya akan memberinya karier, dan akhirnya, dalam waktu tertentu, identitas ia akan dikenal oleh publik. 

Ia sudah mulai mengambil pelajaran akting. Emma akan menjadi terkenal di dunia dengan kecantikannya. Gadis-gadis kecil akan menontonnya di televisi dan menatapnya, mereka hanya belum mengetahuinya. Penampilannya akan membuatnya menjadi idola pada acara siang dan malam, setidaknya dalam pikirannya sendiri. 

Berdasarkan standar industri, ia sudah memiliki semuanya. Wanita itu memiliki mata bulat besar yang indah, senyum putih mutiara lebar, dan kulit porselen bening yang menggantung di rak kamarnya.

Kedua mata itu melayang di dalam toples kaca, di sebelah toples lain dengan sepasang telinga. Ia telah memotong wajah mereka yang cantik dan menyimpan itu semua di toples terpisah untuk dirinya sendiri. Pisau berdarah yang ia gunakan pun telah dibersihkan dan dimasukkan kembali ke dalam tempatnya.

Emma menghabiskan sebagian besar pagi itu dengan benang jahit dan jarum. Menjahit bersama telinga, dua mata, hidung yang mancung, dan bibir merah yang montok ke topeng karet berdaging, dan rambut kusut. 

Ketika ia selesai, ia pun menarik topeng karet buatannya itu ke bawah kepalanya. Dia mulai menangis, kemudian bertepuk tangan.

"Sungguh menawan," pikirnya sambil tersenyum puas.

Rabu, 24 Juli 2019

Horror Story #14: The Ledge

Horror Story #14
"The Ledge"
"Balkon"


"Kau tidak boleh melakukan ini!" 

Aku berteriak ketika aku mencondongkan tubuhku ke luar jendela kantor. Tetapi lelaki itu tetap di tempatnya berdiri di balkon bangunan, ujung sepatunya berada tepat di ujung beton. Ia menatap kebawah pada kerumunan penonton yang berkumpul di tanah, di bawah sana. Banyak yang merekamnya.

"Kau tidak mengerti," jawabnya sedih. 

"Ini sudah berakhir. Dia meninggalkanku."

Dia cukup dekat untuk berada dalam genggamanku. Perlahan, aku pun mencoba meraih ke arahnya, mengira ia terlalu tenggelam dalam kesedihan untuk memperhatikanku. 

Namun, ternyata aku salah.

"Hentikan itu!" ia berteriak dan dengan gemetar beringsut menjauh dariku.

Kemudian, aku mulai mundur. Kerumunan pun sudah semakin banyak. Banyak dari mereka yang berkumpul untuk menyaksikan akhir yang mengerikan dari seorang pria yang hancur. Aku tahu itu hanya masalah waktu sebelum polisi datang. Aku pun berdoa, berharap mereka akan ditemani oleh negosiator yang jauh lebih terlatih daripada aku.

“Dengar kawan,” aku memohon, “Aku tahu kita belum pernah bertemu sebelumnya. Aku hanya petugas kebersihan malam yang pergi untuk membersihkan kantor Anda dan melihat jendela terbuka. Tapi aku bisa tahu dari foto berbingkai di meja Anda bahwa Anda punya orang yang Anda cintai. Apakah kedua gadis itu adalah putri Anda?"

Ia pun mengangguk.

"Bagaimana menurut Anda, perasaan mereka ketika Anda tidak pernah pulang kerja?" Aku mengucapkan setiap kata dengan nada tenang, meskipun dalam hati, aku sangatlah panik. "Tidakkah menurut Anda melakukan ini akan menyakiti mereka selama sisa hidup mereka?"

Pria itu pun mulai menangis.

"Dengar, aku mengerti," aku melanjutkan dengan tidak pernah mengalihkan pandangan darinya. "Aku sendiri sebenarnya sudah bercerai. Ini sulit, tetapi itu tidak harus menjadi akhir dari dunia. Anak-anak Anda masih membutuhkan Anda di sini.”

Aku mulai meraihnya lagi. Kali ini ia tidak mundur.

"Ayo," kataku memberi semangat. "Aku tidak akan membiarkanmu jatuh."

Ia ragu-ragu, lalu perlahan mulai mendekat ke jendela.

Aku begitu senang pada saat itu, sehingga aku tidak mendengar jika pintu kantor terbuka. Persis ketika ujung jarinya menyentuh tanganku, aku merasakan seseorang meletakkan tangannya di pundakku dan dengan kasar menarikku untuk menjauh. Karena terkejut, pria di balkon itu pun kehilangan keseimbangan.

"Tidak!!!" aku pun berteriak. 

Tapi sudah terlambat. 

Ia sudah jatuh.

Teriakan ketakutannya menyatu dengan orang-orang yang ketakutan. Aku tidak akan pernah melupakan melodi gemuruh tubuhnya mengenai tanah. Aku pun berbalik dan memejamkan mata dengan seorang polisi. Air mata pun mulai mengalir di wajahku.

"Kenapa kau melakukan itu?" Aku menuntut dengan suara gemetar karena kesedihan dan kemarahan. "Aku hampir mendapatkan dia!!!"

Ia pun menggelengkan kepalanya dengan sungguh-sungguh. 

"Tidak, Nak. Tadi malam, ia naik ke balkon bangunan lain dan mengancam akan melompat. Kemudian, seorang pria jatuh dan kemudian meninggal karena mencoba menyelamatkannya."

Rasa kebingungan yang meresahkan mulai menyapuku. 

"Aku tidak mengerti."

"Kau tidak akan menariknya kembali ke dalam melalui jendela," jawab polisi itu dengan muram. "Ia akan menarikmu keluar dari sana."

Selasa, 23 Juli 2019

Horror Story #13: Accident at Construction Site

Horror Story #13
"Accident at Construction Site"
"Kecelakaan di Tempat Konstruksi"


Aku sedang jalan-jalan keluar ketika aku mendengar teriakan keras seorang wanita.

"Aaarrgghh!"

Mendengar itu, aku pun berlari ke tempat di mana jeritan itu datang dan melihat seorang wanita sedang duduk di jalan di depan pelat besi dengan panjang 2 m, lebar 2 m dan tebal 50 cm. Aku pun mencoba berbicara dengan wanita itu, tetapi sepertinya ia terlalu terkejut untuk berbicara. 

Kemudian, seorang laki-laki yang mengenakan pakaian pekerja bangunan mendatangiku dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Sepertinya pelat besi tadi terjatuh ke tanah saat mereka bekerja di atas gedung. Sepertinya tidak ada yang terluka. 

Wanita itu pun jatuh ke tanah karena syok. Tetapi aku merasa ngeri ketika aku melihat pelat besi hitam di atas ubin merah.

Aku pun pulang ke rumah setelah itu, tetapi pada sore hari sebelum matahari terbenam, aku memutuskan untuk mengunjungi tempat kecelakaan itu lagi. Pelat besi itu masih ada di sana. Mungkin karena bobotnya yang sangat berat, mereka belum bisa memindahkannyaArea itu pun telah ditutup dengan penjaga keamanan yang berdiri di depannya.

Wanita yang ku lihat sebelumnya masih ada di sana. 

Aku pun pergi untuk berbicara dengannya.

"Apa yang terjadi sebelumnya pasti sangat mengejutkan," kataku kepada wanita itu.

Wanita itu pun menjawab, "Ya, aku sangat terkejut. Terutama ketika aku mendengar teriakan itu."

Senin, 22 Juli 2019

Horror Story #12: Drawers

Horror Story #12
"Drawers"
"Laci"


Suatu hari, seorang pria sedang melewati sebuah toko daur ulang ketika dia menemukan sebuah meja dengan banyak laci berukuran besar. Meja tersebut menarik perhatiannya karena terlihat berkelas meskipun harganya bisa dibilang cukup murah.

Dia pun bertanya tentang harga meja tersebut ke penjaga toko. Menurut penjaga toko tersebut, ia telah membelinya dari orang tua orang yang sudah meninggal, maka harganya cukup murah. Apalagi ada satu laci yang terkunci rapat dan tidak bisa dibuka dengan cara apapun.

Pria tersebut pun akhirnya setuju untuk membeli meja tersebut. Ketika ia memindahkan dan meletakannya di dalam kamarnya, ia mendengar suara samar datang dari laci yang terkunci tersebut, tapi ia tidak terlalu memperhatikannya. 

Beberapa bulan kemudian, pria tersebut ditemukan tewas di tempat tidurnya dengan kondisi tanpa kepala. Ia sedang berbaring di kasur dan dalam posisi tidur yang benar-benar normal, kecuali kenyataan bahwa dia telah kehilangan kepalanya. 

Orang tua pria tersebut pun menjual barang-barangnya, termasuk meja itu, ke toko daur ulang. Kebetulan, toko daur ulang itu sama dengan yang menjual meja itu kepada pria tersebut.

Tetapi, kali ini ada satu perbedaan.

Selain satu laci yang terkunci, ternyata terdapat satu laci lagi yang telah dikunci. Penjaga toko juga merasa bahwa meja itu menjadi agak berat. Ia menyesali bahwa tidak ada yang mau membeli meja ini sekarang.

Tetapi, aku sangat senang bahwa aku memiliki beberapa teman sekarang. Aku telah tinggal di tempat yang gelap, sempit, dan terpencil ini untuk waktu yang lama. Tapi sekarang, aku sudah mempunyai dua teman. Aku akan terus membawa lebih banyak teman sampai aku mengisi semua laci-laci ini.

Minggu, 21 Juli 2019

Horror Story #11: The Haunted House

Horror Story #11
"The Haunted House"
"Rumah Berhantu"


Peristiwa itu terjadi padaku ketika aku mengunjungi taman hiburan bersama dengan teman-temanku. Taman hiburan itu terkenal karena rumah berhantunya yang berukuran raksasa. Rumah berhantu itu ternyata lebih menyeramkan dari yang kami duga, tetapi kami semua tahu bahwa hantu-hantu disana hanyalah manusia yang mengenakan pakaian menyeramkan.

Setelah beberapa saat berada di rumah hantu tersebut, kami pun menemukan pintu keluar, tetapi kami memutuskan untuk terus menjelajahi rumah berhantu itu. Ketika kami bergerak semakin dalam, kami memperhatikan bahwa sekeliling kami menjadi sangat gelap.

Tiba-tiba, sesuatu meraih kakiku. Ini mengejutkanku dan membuatku sangat panik. Aku pun mengguncang kaki ku dengan sekuat tenaga dan lolos dari cengkeraman tersebut. Dengan cepat, aku meraih bahu temanku dan melarikan diri dari rumah berhantu tersebut menggunakan pintu darurat terdekat.

"Kenapa kau memutuskan untuk keluar tiba-tiba?" tanya temanku keheranan.

Aku terlalu takut untuk memberitahunya saat kami masih berada di dalam rumah berhantu tersebut, tetapi sekarang ketika kami sudah keluar, aku pun memutuskan untuk memberitahunya.

"Kamu tahu? Bahwa orang-orang yang berpakaian seperti hantu itu tidak diizinkan untuk menyentuh pelanggan."

Sabtu, 20 Juli 2019

Horror Story #10: Reverse Clapping

Horror Story #10
"Reverse Clapping"
"Bertepuk Tangan Terbalik"


Suatu hari sepasang kekasih memutuskan untuk pergi mengunjungi tempat berhantu, hanya untuk bersenang-senang tentunya. Tetapi, begitu mereka sampai di sana, mereka terjatuh dan pria tersebut dengan marah pergi begitu saja meninggalkan pacarnya di tempat berhantu tersebut.

Namun, beberapa menit kemudian, dia mulai tenang dan menyadari bahwa itu bukanlah ide yang baik untuk meninggalkannya pacarnya sendirian di tempat berhantu di tengah malam. Ia pun berbelok untuk kembali ke tempat berhantu itu.

Beruntung, ia masih di sana dan mereka pun segera berbaikan dan memutuskan untuk pulang bersama.

Dalam perjalanan kembali, mereka melihat seorang anak laki-laki sedang melambaikan tangannya pada mereka. Tapi bukannya menunjukkan telapak tangannya, dia malah menunjukkan punggung tangannya saat dia melambai.

"Anak yang malang, apa yang dia lakukan pada tengah malam seperti ini? Kita harus memberinya tumpangan," kata pria tersebut.

"Tidak mungkin. Apakah kamu tidak tahu bahwa jika seseorang melakukan suatu tindakan yang berlawanan dengan yang biasanya dilakukan, maka seseorang itu bukan dari dunia ini?" jawab sang pacar.

"Wow, benarkah? Kenapa kamu tahu begitu banyak?" tanya sang pria.

Wanita tersebut pun bertepuk tangan.

Dengan memukul bagian belakang tangannya bersama-sama.

Jumat, 19 Juli 2019

Horror Story #9: Ice Cream Truck

Horror Story #9
"Ice Cream Truck"
"Truk Es Krim"

Gedebuk!

Aku bangun dengan kaget karena suara itu. Dengan cepat, aku nyalakan lampu samping tempat tidur dan melihat sekeliling. Tidak ada apa-apa. Suamiku masih berbaring dan mendengkur di sebelahku. Aku menyadari bahwa aku hanya mengalami mimpi buruk.

Tepat ketika aku akan mengabaikan suara itu dan tertidur, aku mendengar suara melodi samar dari sebuah truk es krim. Semakin lama, semakin menjauh sampai akhirnya menghilang. Tiba-tiba aku terbangun dan melihat jam.

03:00

Truk es krim jam tiga pagi? 

Ada apa dengan si pengemudi? 

Truk es krim itu mengingatkanku pada putriku. Ia suka pergi melihat truk es krim dan hampir selalu membeli es krim. Aku pun memutuskan untuk memeriksa anak perempuanku yang berumur 4 tahun itu. Begitu aku masuk ke kamarnya, ternyata tempat tidurnya kosong.

Sesuatu yang mengerikan terbesit dalam pikiranku.

Suara yang kudengar tadi adalah suara pintu.

Jeritan samar mengerikan tiba-tiba memotong keheningan, membuat tulang punggungku menggigil tanpa henti.

Aku terlambat.

Kamis, 18 Juli 2019

Horror Story #8: Broken

Horror Story #8
"Broken"
"Rusak"

Aku bisa merasakan jantungku tenggelam ke dasar perutku ketika mereka mengatakan kepadaku bahwa ia tidak akan bisa berjalan lagi. Kecelakaan itu menyebabkan banyak kerusakan pada sumsum tulang belakangnya dan merupakan keajaiban bahwa ia tidak lumpuh sepenuhnya. 

Kerusakannya bisa jauh lebih buruk dan seandainya aku tidak mendorongnya keluar dari jalan, mungkin ia sudah tidak berada di dunia ini lagi.

"Kamu harus bersyukur dia masih hidup," itu yang dikatakan dokter.

"Ya. Terimakasih," ucapku.

Aku menangis ketika melihatnya setelah operasi. Kakinya terbalut gips dan ekspresi rasa sakit terlihat di wajahnya. Tapi ia masih tersenyum dan berterima kasih padaku, berjanji akan mengunjungiku ketika keadaan membaik.

Ia tidak mengerti bahwa itu tidak akan menjadi lebih baik.

Ayah dan ibunya mengucapkan terima kasih dengan berlinang air mata di mata mereka, karena telah menyelamatkan gadis kecil mereka agar tidak tertabrak mobil sore itu.

Terima kasih karena telah mengorbankan diriku untuknya.

Rabu, 17 Juli 2019

Horror Story #7: 60 Second To Choose

Horror Story #7
"60 Second To Choose"
"60 Detik Untuk Memilih"

Aku sedang menonton televisi ketika mendengar suara dentang kotak surat. Aku mengerutkan  dahi ketika aku melihat betapa terlambatnya... terlalu terlambat untuk menerima surat. Aku mengerutkan dahi lagi ketika aku mendekati pintu depan dan melihat tumpukan surat tergeletak di tikar 'selamat datang'.

Aku mengambil semuanya dan langsung menyadari bahwa itu bukanlah surat, itu adalah foto. Ada enam foto sekaligus dan semua adalah foto kamar yang sama. Foto-foto itu seperti sebuah kamar yang familiar bagiku. Kemudian, aku menyadari sesuatu. Itu adalah KAMAR MANDIKU.

Aku pun dengan cepat mengambil kunci dan membuka pintu depan untuk melihat siapa yang meletakkan foto-foto itu. Aku melihat ke atas, bawah, kanan, dan  kiri jalan. Namun tidak ada siapapun.

Jalanan sepi dan sepi seperti biasanya, hanya beberapa dedaunan yang tertiup angin dingin. Saya menutup pintu dan membolak-balik foto-foto itu kembali. Ketika pertama kali melihat, foto-foto itu semua tampak seperti gambar yang sama. Sebuah bak mandi dengan beberapa sampo dan produk lain yang tersebar di tepinya dan semuanya diambil dari perspektif yang sama. 

Aku hampir ingin merobeknya hingga aku melihat tanda merah kecil di sisi bak mandi di salah satu dari foto-foto itu. Tidak butuh waktu lama bagiku untuk menyadari bahwa tanda merah itu adalah darah.

Saya membalik ke foto berikutnya dan melihat tanda merah lagi, tapi kali ini, di tempat yang berbeda. Aku membuka foto berikutnya dan berikutnya lagi. Setiap kali membuka, tanda darah itu berada di tempat yang berbeda.

Aku mengerutkan dahi kebingungan.

Foto-foto itu menarik perhatianku, tetapi tiba-tiba, aku sangat ingin ke kamar mandi. Kemudian, aku mendengar gagang pintu tertekan. Mataku terbuka dan suara angin musim dingin semakin keras, membenarkan kecurigaanku yang berdebar kencang.

Aku lupa mengunci pintu.

Angin pun berhenti, ketika aku mendengar pintu itu menutup lagi.

Aku duduk di toilet sambil menahan napas, tubuhku membeku karena ketakutan. Kemudian aku mendengar derit lantai di tangga kedua. Derit yang sudah kudengar berkali-kali sebelumnya.

Pintu kamar mandi sedikit terbuka dan aku sangat ingin meraih dan menutupnya, tetapi rasa takut ku terlalu besar. Aku tetap membeku, berdoa bahwa ini tidak nyata, bahwa ini semua hanya mimpi buruk yang mengerikan. Kemudian, pintu kamar mandi perlahan-lahan ditutup.

Aku duduk di toilet dengan kaki gemetar, jantungku berdebar, dan paru-paruku dengan cepat menghirup keluar-masuk udara. Aku bisa melihat bayangan mereka bergerak melalui celah di bagian bawah pintu.

Knock... Knock... Knock...

Aku berhenti bernapas sekali lagi.

Knock... Knock... Knock...

Selembar kertas terlipat kemudian meluncur di bawah pintu, meluncur melintasi ubin lantai ke arahku. Di dalam, ada pisau cukur berkarat. Di atas kertas tertulis:

"Itu pilihanmu, bagaimana ini akan berakhir... kamu punya waktu 60 detik."

Aku kembali melihat foto-foto yang masih ada di tanganku. Pada masing-masing dan setiap gambar, di sisi masing-masing bak mandi, ada pisau cukur berkarat.

Knock... Knock... Knock...

Selasa, 16 Juli 2019

Horror Story #6: Plants Flowers

Horror Story #6
"Plants Flowers"
"Menanam Bunga"

Sweet Alyssum, bunga mungil yang ditanam ibu di sekitar rumah kami. Baunya sangat manis hingga membuat aku mual. Gardenia, bunga itu berasal dari Asia. Ayah membelinya dengan banyak uang dan menanamnya juga di sekitar rumah kami. Ayah bahkan tidak suka dengan aroma Gardenia, seperti halnya ibu tidak suka dengan aroma Sweet Alyssum.

Mawar adalah yang terburuk. Mereka ada di mana-mana, di sekitar rumah kami dan baunya sangat menjijikkan.

Tetapi, setidaknya, mereka sedikit berguna untuk mengalahkan bau mayat yang membusuk.

Senin, 15 Juli 2019

Horror Story #5: Chair

Horror Story #5
"Chair"
"Kursi"

Beberapa hari ini, aku selalu mendengar bunyi dari derit kursi yang diseret. Bunyi itu berasal dari rumah kosong di sebelah rumahku. Namun, aku tak menghiraukannya. Berharap hantu atau setan itu tak menggangguku. 

Hingga beberapa hari kemudian, aku melihat keramaian di depan rumah kosong itu. Mereka mengatakan bahwa di sana ditemukan mayat yang baru membusuk, dengan mulut terbekap dan tubuhnya...

Ya, terikat di sebuah kursi.

Minggu, 14 Juli 2019

Horror Story #4: My Little Sister

Horror Story #4
"My Little Sister"
"Adik Perempuanku"

Aku segera mempercepat langkahku menuju rumahku yang terletak di ujung sebuah gang kecil. Sesampainya di rumah, tidak ada satupun yang terjaga. Ayah maupun ibuku telah tertidur dengan nyenyak. Tanpa perlu mengganggu mereka, aku segera menaiki tangga menuju kamar milikku sekaligus milik adik perempuanku yang baru berusia sepuluh tahun itu. 

Seluruh kamar gelap gulita. 

Kemudian, aku langsung menyadari, mungkin adik kecilku itu telah terlelap di kasur yang letaknya tepat di bawah kasurku. Aku tidak langsung terlelap. Ku ambil buku sejarahku dan mulai mengerjakan beberapa soal di meja belajar dengan cahaya lampu belajar yang kecil hingga pukul 01.00 dini hari. 

Setelah selesai mengerjakan tugas, aku mulai kelelahan dan beranjak menuju tempat tidurku melalui tangga kecil di sampingnya. Sebelum aku benar-benar terlelap, tiba-tiba saja bulu kudukku meremang dan keringat dingin mulai membasahi tanganku yang telah memegang selimut tebal. 

"Sarah."

Suara bisikan seorang anak kecil yang terdengar begitu jelas mirip dengan suara adikku dari bawah kasurku. Untuk pertama kalinya, aku benar-benar merasa begitu asing dengan suara adikku. 

Terdengar seperti bisikan lirih, menyayat, dan seolah menghanyutkan. Aku memiringkan tubuhku menghadap dinding dan berusaha memejamkan mata tanpa membalas bisikan tersebut. 

Tidak ada suara apapun setelah itu. Yang aku dengar saat itu hanyalah irama detak jantungku sendiri dan udara dini hari yang seolah menusuk setiap lapisan selimut beserta kulitku.  

Aku merasa aman, tidak ada yang perlu ku khawatirkan. Lagi pula, tadi hanya suara adikku, mengapa aku harus takut? Namun, semua pikiran itu berubah ketika diriku kembali mendengar suara itu lagi. 

"Good night."

Tepat setelahnya, aku mengusir segala pikiran buruk dan mulai berpikir realistis. Berkali-kali pula ku yakinkan diriku bahwa itu bukanlah siapa-siapa, melainkan adikku sendiri sambil memejamkan mata dengan erat. 

Tepat saat itulah, aku benar-benar tidak bisa lagi membuka mataku. 

"Goodbye, sister."

Terdengar suara tawa sinis dan mengerikan. 

"Sejujurnya aku tidak suka berbagi kamar denganmu."

Sabtu, 13 Juli 2019

Horror Stroy #3: Hate

Horror Story #3
"Hate"
"Benci"

Aku benci ketika ibuku selalu meneriaki namaku untuk belajar ataupun mengerjakan PR, beribadah dan berbuat baik, membantu pekerjaan rumah, dan hal-hal yang tidak menyenangkan lainnya. 

Aku benci ketika bibirnya yang selalu menghina dan meludahi segala bentuk lukisanku atau dengan kerasnya menertawai imajinasi liar yang ku katakan. Aku membencinya, membenci segala hal yang keluar dari bibir iblis itu. 

Hingga pada tengah malam, diam-diam ku ambil gunting rumput yang biasa ia gunakan untuk berkebun dan merawat tanaman cantik nan mahal yang begitu memuakkan, ketika dirinya dengan bangga selalu mengagung-agungkan semua tanamannya itu.

Pelan-pelan aku menyusup ke dalam kamar milik wanita menjengkelkan itu dan mendapatinya tengah tertidur lelap. Aku mendekatinya perlahan, mengikat seluruh kaki dan tangannya dengan selang air hingga memastikan seluruh tubuh wanita itu terkunci rapat. 

Kemudian, dengan sadis, aku menggunting bibir wanita itu beserta lidahnya hingga putus, menggunakan gunting rumput berkarat miliknya. Perlahan, darah segar berwarna merah gelap itu mulai mengalir hingga semakin lama semakin deras memenuhi kasurnya. 

Wanita itu masih hidup, meronta kesakitan dengan wajah memohon yang menjijikan.

Aku tersenyum puas dengan seringai tajam. 

"Tenanglah bu, aku tidak akan membunuhmu. Karena aku hanya tidak menyukai lidah dan bibirmu itu."

Jumat, 12 Juli 2019

Horror Story #2: Traffic Accident

Horror Story #2
"Traffic Accident"
"Kecelakaan"

Suatu hari aku sedang mengendarai sebuah mobil di jalanan yang sepi, sebab hari masih pagi dan belum banyak orang yang lewat. Ditengah perjalanan, tiba-tiba saja ada sesosok bayangan yang lewat dihadapanku. Entahlah apa itu, namun karena bayangan tersebut, aku tidak bisa mengendalikan mobilku hingga akhirnya masuk ke dalam jurang. 

Hanya sedikit yang masih ku ingat tentang kecelakaan itu. Aku ingat mobilku menabrak sebuah pohon besar. Kemudian, kaca mobil yang pecah dan kondisi depan mobil yang hancur. Hanya itu yang ku ingat, lalu semua menjadi hitam.

Aku terbangun di rumah sakit. Tubuhku terasa sangat sakit akibat kecelakaaan tersebut. Aku pun mencoba melihat ke sekeliling.

"Disini sangat sempit dan gelap, mungkin karena mati lampu. Tapi kenapa sangat sepi dan udara sangat sesak? Mana dokter?" Pikirku.

Belum sempat aku memanggil dokter, tiba-tiba sesosok bayangan tadi kembali berada dihadapanku dan berkata....

Apa kau yakin ini rumah sakit? 

Dengan ranjang pasien dari kayu?

Kamis, 11 Juli 2019

Horror Story #1: Tic Toc

Horror Story #1
"Tic Toc"
"Tik Tok"

Aku mulai mendengar suara aneh ketika aku berumur 6 tahun.  Awalnya suara itu hanya berbisik, tetapi dalam dan mendesis. Suara itu bertanya tentang hari, pikiran, dan perasaanku. Lama-kelamaan, suara itu semakin keras dan aku benar-benar merasa seperti sedang berbicara dengan seseorang yang nyata, seseorang yang peduli.

Akhirnya ia mulai meyakinkanku untuk melakukan sesuatu.  Awalnya hal-hal kecil, seperti mencuri satu dolar dari dompet ibuku atau mengambil permen adik laki-lakiku, dan semua itu menjadi semakin memburuk.

Hari ini adalah hari ulang tahunku yang kedelapan. Kami membeli seekor anjing dan merawatnya. Ia sangat membenci anjing itu. Anjing itu pun membencinya. Saat ulang tahunku yang kesembilan, kami memiliki aturan baru di rumah, tidak akan ada hewan peliharaan lagi. 

Aku tidak tahu mengapa aku mendengarkannya. Terkadang aku bertanya mengapa. Mengapa ia ingin aku melakukan semua ini. Mengapa harus aku yang melakukannya. Ia hanya akan tertawa sendiri ketika aku bertanya tentang itu.

Semakin keras aku mencoba untuk mengabaikannya, ia akan semakin marah kepadaku.  Ia akan berteriak sangat keras sampai aku harus menutup telingaku dan berteriak untuk membuatnya pergi.

Ia tak akan pernah pergi. Ia akan membangunkanku di malam hari dan berbisik.

"Dengan aku yang memegang kendali kita tak akan terkalahkan, bayangkan apa yang bisa kita raih bersama."

Ia membantuku bertahan hidup. Ia menunjukkan kepadaku bagaimana mendapatkan apa yang aku inginkan ketika aku menginginkannya. Pukul 00.00 tidak ada jalan untuk kembali. Aku bisa membiarkan dia memegang kendali. Aku tidak menginginkannya lagi.

Ketika usia tiga belas tahun, aku berada di pusat remaja untuk remaja bermasalah. Ini adalah hal terbaik yang terjadi padaku. Obat itu perlahan-lahan memudarkannya sampai ia hanyalah bisikan di mimpiku. 

Hal terakhir yang ia katakan kepada aku adalah "Tik Tok Tik Tok, 23 23 23, ketika jarum jam menunjuk ke atas, aku akan bebas."

Aku sudah bebas darinya selama hampir 10 tahun. Aku memiliki istri yang penuh kasih dan 3 anak yang luar biasa.  Aku berhenti minum obat dari sebulan yang lalu dan sejauh ini tidak ada masalah. 

Kecuali minggu lalu ketika aku berbaring di tempat tidur di malam hari, aku hampir bisa mendengarnya.  "Tik tok tik tok, 23 23 23, ketika jarum jam menunjuk ke atas, aku akan bebas."

Apa itu hanya halusinasi? Aku yang membuatnya. Dia tidak mungkin nyata.

"Tik tok."

Aku hanya seorang pria yang memiliki sedikit masalah dengan jiwanya. Aku hanya ingin seseorang memperhatikanku. 

"Tik tok."

Aku tidak bisa tidur, aku tidak ingin kehilangan kendali. Di mana resepku? Mengapa botolnya kosong? Apakah aku telah meminum semuanya? 

"Tik tok."

Aku hanya perlu tenang. Aku punya hari besar esok. Aku butuh istirahat.  Hembuskan saja. 

"Tik Tok."

Besok akan lebih baik, setelah acara ulang tahunku...